Sebagai Uswatun Hasanah yang memiliki akhlakul kharimah, Kanjeng Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa, setiap pribadi adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Ada 4 sifat beliau yang dijadikan tolok ukur sebagai syarat yang harus dipunyai oleh seorang pemimpin, yaitu: Siddiq (jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tablig (menyampaikan), dan Fatonah (cerdas).
Dalam filosofi Jawa juga dikenal beberapa pedoman yang berkaitan dengan sifat atau syarat menjadi seorang pemimpin. Diantaranya adalah slogan yang dipopulerkan oleh bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantoro, yaitu: Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa , Tut Wuri Handayani. Slogan dalam Bahasa Jawa ini bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia adalah :
Ing Ngarsa sung Tuladha : Di Depan menjadi Teladan (Contoh atau Panutan)
Ing Madya Mangun Karsa : Di tengah -tengah membangun (membangkitkan) karsa atau kemauan.
Tut Wuri Handayani ; Di Belakang memberi motivasi (semangat)
Sudah menjadi kesepakatan publik, bahwa yang namanya Pemimpin itu idealnya adalah sosok yang mempunyai sifat atau karakteristik khusus. Misalnya seorang pemimpin itu harus kharismatik, pintar, kreatif, inovativ, dsb. Dan kita pernah punya pempimpin yang hebat dengan karakteristik seperti itu, seperti misalnya Ir. Soekarno, Putra Sang Fajar (Sang Proklamator) dan K.H. Hasyim Asyhari (Pendiri Nahdatul Ulama)
Ada banyak teori, konsep, dan pendapat para ahli mengenai kepemimpinan. Umumnya teori atau konsep tersebut datang dari negeri seberang (Eropa). Padahal di negeri sendiri juga ada konsep kepemimpinan warisan budaya nenek moyang yang juga dipakai oleh raja-raja Jawa dijaman dahulu dan diadopsi oleh pemimpin-pemimpin hebat kita. Konsep itu bernama Hasta Brata yang bersumber dari dunia pewayangan dalam cerita Wahyu Makutha Rama.
Diceritakan dalam Wahyu Makutha Rama bahwa ilmu Hasta Brata pernah berhasil menghantarkan sukses dua orang raja besar bernama Sri Rama Wijaya di kerajaan Ayodya, dan Sri Bathara Kresna di kerajaan Dwarawati. Selanjutnya, Sri Bathara Kresna membuka rahasia ilmu Hasta Brata kepada Raden Arjuna Wiwaha. Dikatakan bahwa Hasta Brata mengandung delapan unsur alam semesta yang dapat menjadi teladan perilaku sehari-hari dalam pergaulan masyarakat, terlebih lagi dalam memimpin negara dan bangsa.
Hasta Brata. Hasta artinya delapan, Brata artinya laku, watak atau sifat (karakter). Delapan sifat tersebut diambil dari delapan unsur alam, yaitu: bumi, matahari, api, samudra, langit, angin, bulan, dan bintang. Tiap unsur Hasta Brata menggambarkan karakteristik ideal dari seorang pemimpin. Ringkasnya seperti berikut.
(1). Mahambeg Mring Suryo . Meniru sifat matahari.
Seorang pemimpin harus mampu tampil sebagai sosok yang memberi sinar kehidupan dalam bermasyarakat dan mampu membangun daya hidup rakyat yang dipimpinnya untuk kemajuan bangsa dan negara. Sifat matahari adalah memberi energi yang memberi kekuatan untuk menyokong kehidupan. Memberi kekuatan pada mahluk hidup yang ada di bumi.
(2). Mahambeg Mring Condro. Meniru sifat Rembulan
Seorang pemimpin harus mampu meniru sifat bulan yang memberi sinar dalam kegelapan malam. Lebih jauh lagi, seorang pemimpin harus mampu memberi semangat, dukungan ketika dalam suasana suka maupun duka. Apapun dan bagaimanapun situasi dan kondisi, seorang pemimpin harus hadir untuk memberi terang, seperti rembulan. Sifat Rembulan adalah menjadi sumber cahaya bila malam tiba. Dengan demikian, Pemimpin adalah sang penerang ketika yang dipimpinnya sedang dalam kegelapan.
(3) Mahambeg Mring Bhumi. Meniru sifat Bumi.
Sifat bumi adalah murah hati dan kuat. Memberikan tempat hidup bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Bumi adalah ibu pertiwi. Karena itu, seorang Pemimpin sudah sepantasnya memiliki sifat murah hati dalam melayani rakyatnya ,dan mempunyai karakter yang kuat untuk menjalankan roda kepemimpinannya. Senantiasa mencukupi kebutuhan hidup rakyatnya tanpa pilih kasih. Seorang pemimpimpin jangan sampai mengecewakan rakyatnya. Seorang Pemimpin yang mampu mengadopsi sifat bumi akan bisa mengarahkan kekuasaannya untuk kesejahteraan rakyatnya, dan membangun negeri menjadi adil dan makmur.
(4) Mahambeg Mring Samudro. Meniru sifat Samudra
Sifat samudra atau lautan adalah luas, lapang, tenang dan berombak. Karena itu dengan belajar pada sifat samudra ini, seorang pemimpin sudah sepantasnya berpandangan serta memiliki pengetahuan yang luas. Mampu menampung aspirasi masyarakat dan bisa memberikan solusi dengan bijaksana dan senantiasa tenang dalam setiap menghadapi goncangan.
Sifat luas, lapang dan tenang dari samudra adalah simbol dari lapang dada dan keluasan hati seorang pemimpin. Seorang Pemimpin yang menguasai sifat Samudra akan mampu menerima kritikan dengan lapang dada, dan siap menerima saran dari siapapun datangnya. Ia selalu terbuka menerima keluhan dan menyediakan waktu untuk rakyatnya mengajukan keluhan, protes, dsb.
Seiring dengan sifat Samudra ada juga sifat Air (Hambeg Tirto). Tirta atau air berwatak selalu rendah hati dalam perilaku lahir dan batin , atau andhap asor (sopan santun). Seseorang yang berwatak air akan selalu rendah hati, mawas diri, bersikap tenang, dan mampu membersihkan Air selalu mengalir mengikuti lekuk alam yang paling mudah dilalui menuju samudra. Air tidak pernah melawan kodrat Tuhan dengan menyusuri jalan yang mendaki ke arah gunung, meninggalkan samudra.
Belajar dari sifat air akan membuat diri kita mempunyai sikap yang tenang , tidak mudah bingung, tidak gampang kagetan, lemah-lembut namun memiliki daya kekuatan yang sangat dahsyat.
(5) Mahambeg Mring Kartika. Meniru sifat Bintang.
Sifat Bintang memancarkan cahaya kemilau di tempat yang tinggi, menghiasi langit di malam hari. Bintang juga menjadi petunjuk arah. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus mampu memberi pedoman, bimbingan arah menuju kebaikan dan menjadi tauladan. Posisi Bintang, berada di tempat yang tertinggi. Pemimpin yang menguasai sifat bintang adalah Pemimpin yang memiliki kepribadian mulia sehingga dia layak menempati posisi yang terhormat. Dicintai rakyatnya dan disegani oleh lawannya.
(5) Mahambeg Mring Angkasa. Meniru sifat Langit.
Langit itu luas tak terbatas, hingga mampu menampung apa saja yang datang padanya. Langit terkadang kelihatan kuat dan indah, kadang menakutkan, dan terkadang menurunkan hujan yang menjadi berkah dan sumber kehidupan bagi semua mahluk yang ada di bumi. Seorang pemimpin harus berwibawa, memberikan kesejahteraan, dan menggetarkan bagi siapa saja yang akan dan telah berbuat salah melanggar peraturan.
Sifat Langit adalah melindungi (mengayomi) terhadap seluruh mahluk tanpa pilih kasih, membagi musim dengan adil di hamparan bumi yang luas tiada tara ini.
(6) Mahambeg Mring Dahana. Meniru sifat Api.
Karakter Api adalah mampu membakar apa saja yang bersentuhan dengannya. Seorang Pemimpin hendaknya berwibawa dan berani menegakkan kebenaran secara tegas tanpa pandang bulu. Sifat Api ini dimaknai secara positif sebagai symbol yang tegas dan lugas. Seorang Pemimpin yang menguasai sifat Api adalah ia yang cekatan dan tuntas dalam menyelesaikan persoalan. Juga konsisten dan objektif dalam menegakkan aturan, tegas tidak pandang bulu serta tidak memihak.
(7) Manhambeg Mring Maruto. Meniru sifat Angin.
Sifat Angin selalu ada dimana-mana tanpa membedakan tempat, dan selalu mengisi setiap ruang yang kosong. Seorang pemimpin hendaknya selalu dekat dengan rakyat, tanpa membedakan derajat dan martabatnya. Seorang Pemimpin yang menguasi sifat Angin adalah ia yang selalu terukur bicaranya, tidak asal ngomong. Ia akan teliti dan hati-hati dalam mengambil keputusan.
Idealnya, Hasta Brata harus dimiliki oleh seorang pemimpin sehingga sebagai Pemimpin dia bisa memberikan kesejukan dan ketentraman kepada rakyatnya/warganya, membasmi kejahatan dengan tanpa pandang bulu, bijaksana, sabar, dan ramah. Mampu melihat, mengerti, dan menghayati keberadaan dan keadaan rayatnya. Seorang Pemimpin harus mampu memberikan kesejahteraan pada rakyatnya dan menjadi pelita bagi rakyatnya. dikutip dari https://mbludus.com/filosofi-hasta-brata/
0 comments:
Posting Komentar